Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI KAB. KEDIRI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2019/PN Gpr M. HUSAIN Bin Alm. MUBIN Kepala Kepolisian Resort Kediri Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 08 Jul. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2019/PN Gpr
Tanggal Surat Senin, 08 Jul. 2019
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1M. HUSAIN Bin Alm. MUBIN
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Kediri
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN 
1. Bahwa menurut Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 “Negara Indonesia adalah negara hukum” dan menurut Pasal 28D UUD 1945, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Ketentuan kedua pasal UUD ini bermakna bahwa hak asasi manusia untuk mempertahankan harkat, martabat, dan kedudukannya sebagai manusia di hadapan hukum melalui proses hukum yang berkeadilan dan bermartabat; 
2. Bahwa menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-IX/2011, halaman 30 menyatakan, “...filosofi diadakannya pranata Praperadilan yang justru menjamin hak-hak Tersangka/terdakwa sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia”. Dengan demikian, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi ini pada hakekatnya Praperadilan itu adalah untuk menjamin hak-hak warga negara, dari kesewenang-wenangan yang mungkin dan dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam konteks penegakan hukum; -
3. Bahwa selanjutnya, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
21/PUU-XII/2014, yang mana dalam putusan ini Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa: 
“...Oleh karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya...”;
Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan.-
4. Bahwa pengajuan Permohonan Praperadilan oleh Pemohon didasarkan kepada Bab X Bagian Kesatu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP. Lembaga Praperadilan sebagai sarana untuk melakukan kontrol atau pengawasan horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum seperti Penyelidik, dan/atau Penyidik. Pengawasan horizontal dalam kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan sangat penting, dikarenakan aparat penegak hukum dapat mengurangi dan membatasi hak asasi seorang manusia. Oleh karena itu, lembaga praperadilan ini diperlukan sebagai upaya hukum untuk mencegah agar aparat penegak hukum tidak melakukan kesewenang wenangan dalam melakukan kewenanganya. 
5. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”; 
Kemudian, menurut Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, oleh karena kewajibannya penyidik berwenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. Dalam hal ini penyidik berwenang untuk melakukan suatu upaya paksa. Oleh karena itu, pengujian keabsahan proses penyelidikan, dan penyidikan melalui Praperadilan, patut dilakukan karena dalam proses tersebut segala upaya paksa dapat dilakukan terhadap seseorang dengan alasan untuk kepentingan penegakan hukum;-
6. Bahwa dalam praktik hukum Lembaga Praperadilan harus diartikan sebagai upaya pengawasan terhadap penggunaan wewenang oleh penyidik untuk menjamin agar hak asasi manusia tidak dilanggar oleh aparat penegak hukum atas nama penegakan hukum; 
7. Dengan demikian, permohonan praperadilan ini haruslah dianggap sah karena untuk menilai sah atau tidaknya penyidikan dan penetapan tersangka merupakan wewenang praperadilan dan oleh karenannya praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah sah menurut hukum;
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN ADALAH TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON  SEBAGAI TERSANGKA 
1. Bahwa PEMOHON adalah TERSANGKA yang ditetapkan oleh TERMOHON dalam perkara dugaan tindak pidana setiap orang yang melakukan penambangan tanpa IUP, IPR/IUPK sebagaiman diatur dan diancam pasal 158 Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba,sebagaimanatercantum dalam surat panggilan nomor : Sp. pgl/132/VI/RES.1.24/ 2019/ Satreskrim, tertanggal 30 Juni 2019, atas dasar Laporan Polisi Nomor : K / LP/103/VI/RES.1.24/2019/Jatim/ResKdr, tanggal 18 Mei 2019 tentang tindak pidana penambangan tanpa izin( IUP,IPR/IUPK )atas nama pelapor M. Khabibi . ---------------------------------------------------
2. Bahwa apabila PEMOHON ditetapkan sebagai TERSANGKA oleh TERMOHON dalam perkara dugaan tindak pidana setiap orang yang melakukan penambangan tanpa IUP, IPR/IUPK sebagaimana diatur dan diancam pasal 158 Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang MINERBA, maka syarat prinsip dan atau unsur prinsip dari pasal tersebut adalah, apakah PEMOHON merupakan orang yang berhak untuk melakukan penambangan atau tidak, dan atau apakah PEMOHON termasuk orang yang ada dalam akta pendirian Perseroan Komanditer CV. ADHI DJOJO yang telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan ( IUP ) Operasi Produksi atau tidak; -----
3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP, Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Bahwa berdasarkan pengertian ini, seorang Tersangka ditetapkan sebagai Tersangka setelah melalui proses hukum yang berujung pada ada atau tidaknya bukti permulaaan yang cukup, hal mana dilakukan hanya setelah melalui serangkaian proses hukum berupa penyelidikan dan atau penyidikan ; 
4. Bahwa tindakan TERMOHON yang menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka harus diuji dengan norma Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 5, serta dihubungkan dengan norma Pasal 184 KUHAP untuk menilai apakah tindakan TERMOHON dalam perkara a quo ini sah atau tidak sah ; 
5. Bahwa norma Pasal 1 angka 14 KUHAP oleh Mahkamah KonstitusiRepublik Indonesia telah diputus dalam Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014tanggal 28 April 2015 dengan amar yang berbunyi : Frasa “buktipermulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum AcaraPidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “buktipermulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alatbukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana ;Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yangcukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, danPasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang HukumAcara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidakmempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa“bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ;; -------------------------------------------------------------------------------------------
6. Bahwa berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka norma Pasal 1 angka 14 KUHAP harus dimaknai : “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan “minimal dua alatbukti yang termuat dalam Pasal 184” patut diduga sebagai pelaku tindakpidana” ; ----------------------------------------------------------------------
7. Bahwa merujuk norma Pasal 1 angka 14 KUHAP, selanjutnya muncul pertanyaan : kapan minimal dua alat bukti itu didapat oleh TERMOHON ? Apakah minimal dua alat bukti itu didapat pada tahap Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP?ataukah pada tahap Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP? ---------------------------------------------------------------------------------------
8. Bahwa menjawab pertanyaan di atas, jelas dan terang bahwa norma Pasal 1 angka 5 KUHAP menyebutkan penyelidikan diartikan sebagai “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknyadilakukannya penyidikan”. Sedangkan penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, yaitu “serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan Tersangkanya” ; -------------------------------------------------------------------------
9. Bahwa merujuk pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP sebagaimana termuat dalam norma Pasal 1 angka 5, Pasal 1 angka 2 KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan Tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan). Untuk itudiperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana.  Setelah proses penyelidikan tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untuk mencari sertamengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi (penyidikan). Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telahmenjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa Tersangkanya. Rangkaian prosedur tersebut merupakan cara atau ketentuan hukum yang wajib ditempuh oleh TERMOHON untuk mencapai proses penentuan PEMOHON sebagai TERSANGKA. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik (in casu TERMOHON) tidak sewenang-wenang mengingat PEMOHON mempunyai hak asasi yang harus dilindungi 
10. Bahwa proses meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dalam membuat terang suatu tindak pidana tidak hanya didasarkan pada keterangan diri PELAPOR dugaan tindak pidana, melainkan juga pihak pihak yang mempunyai hubungan dalam dugaan tindak pidana termasuksaksi-saksi dan PEMOHON, sehingga proses pencarian keterangan guna membuat terang suatu tindak pidana dapat dilakukan secara professional dan proporsional tidak berat sebelah ; -------------------------------------------
11. Bahwa dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014tanggall 28 April 2015, menyatakan :
“Oleh karena itu, dengan berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,menurut Mahkamah, agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana maka “Frasa bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yangcukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAPharus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon Tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia)...”
“Menimbang bahwa pertimbangan Mahkamah yang menyertakan pemeriksaan calon Tersangka di samping minimum dua alat bukti tersebut di atas, adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagaiTersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. Dengan demikian, berdasarkan alasan tersebut di atas, seorang penyidik di dalam menentukan "bukti permulaan", "bukti permulaan yang cukup", dan"bukti yang cukup" sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 14,Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang, terlebih lagi di dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik di dalam menetapkan seseorang menjadi Tersangka...” 
12. Bahwa sebagaimana pertimbangan Mahkamah Konstitusi tersebut diatas, pada pokoknya penetapan tersangka selain didasarkan pada dua alat bukti sesuai Pasall 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon Tersangkanya, akan tetapi faktanya pada saat
 PEMOHON menerima Surat panggilan nomor : Sp. pgl / 132 / VI / RES.1.24/ 2019 / Satreskrim, tertanggal  30 Juni 2019 sebagai TERSANGKA, padahal sebelum TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai TERSANGKA, TERMOHON belum pernah melakukan pemeriksaan terhadap PEMOHON baik sebagai TERLAPOR maupun sebagai CALON TERSANGKA, terlebih TERMOHON juga tidak pernah melakukan pemanggilan terhadap PEMOHON ; ------------------------------------------------
13. Bahwa karena TERMOHON dalam menetapkan Tersangka terhadap diri PEMOHON belum pernah melakukan pemeriksaan terhadap diri PEMOHON baik sebagai Terlapor, Saksi (calon Tersangka), tindakan tersebut merupakan tindakan kesewenangan-wenangan TERMOHON dalam menjalankan tugasnya dan merupakan bentuk perampasan hak asasi PEMOHON yang dilindungi oleh undang-undang ; -------
14. Bahwa muncul pertanyaan sejak kapan TERMOHON memperoleh minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP guna menemukan Tersangkanya, yaitu PEMOHON? Bukankah setiap pelaporan ataupun bukti dari PELAPOR harus diuji melalu keterangan dan bukti-bukti yang diperoleh dari para saksi dan TERLAPOR itu sendiri ? -------------------------------------------------------------------------
15. Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas, maka penetapan tersangka atas diri PEMOHON adalah TIDAK SAH, dan oleh karena itu PEMOHON mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan cq. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili permohon ini agar memerintahkan TERMOHON untuk melepaskan PEMOHON demi hukum, serta memulihkan harkat dan martabat PEMOHON ; -----------------------------------------------------------------
16. Bahwa dampak penetapan TERSANGKA kepada PEMOHON oleh TERMOHON yang tidak didasarkan pada ketentuan yang berlaku adalah merupakan bentuk upaya paksa sehingga ada potensi menimbulkan pelanggaran terhadap hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi sebagaimana diatur dalam pasal 28 G ayat 1 UUD 1945 berbunyi : setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.--------------------------------------------------------------------------
Bahwa Berdasarkan semua hal tersebut diatas PEMOHON berharap kepada  makaKetua Pengadilan Negeri Kediri untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo sebagai berikut; 
PETITUM
PRIMER 
1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON Praperadilan untuk seluruhnya; 
2. Menyatakan tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai TERSANGKA dalam dugaan tindak pidana setiap orang yang melakukan penambangan tanpa IUP, IPR/IUPK sebagaiman diatur dan diancam pasal 158 Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang Minerbaoleh Pemerintah RI C.q Kepala Kepolisian Republik Indonesia c.q Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur  c.q Kepala Kepolisian Resort Kediri , yang beralamat Jl PB Sudirman No. 56 Pare adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; --------------------------------------------------
3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON;-
4. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada PEMOHON;
5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya; -
6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hokum yang berlaku. 
SUBSIDER
Dan apabila hakim yang mulia yang memeriksa perkara aquo  berpendapat lain , mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)
Pihak Dipublikasikan Ya