Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI KAB. KEDIRI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2022/PN Gpr BASUKI Bin MULYONO 1.Kepala Kepolisian Resort Kediri
2.Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 23 Sep. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Gpr
Tanggal Surat Jumat, 23 Sep. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1BASUKI Bin MULYONO
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Resort Kediri
2Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri
Kuasa Hukum Termohon
NoNamaNama Pihak
1Suharsono, S.H.Kepala Kepolisian Resort Kediri
2Yahya Ubaid, S.H.Kepala Kepolisian Resort Kediri
3Tri Fery Anto, S.H.Kepala Kepolisian Resort Kediri
4Eka Yudha Dharmawan, S.H.Kepala Kepolisian Resort Kediri
Petitum Permohonan

Dengan ini perkenankanlah kami untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap penetapan sebagai tersangka serta dilakukannya penangkapan dan penahanan kepada Pemohon atas dugaan tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang yang dilakukan oleh SATRESKRIM POLRES KEDIRI  cq.  KEPOLISIAN RESORT KEDIRI

Adapun alasan permohonan Pemohon adalah sebagai berikut:

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. Perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak manusia.
  2. Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan: “Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
  3. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan.
  4. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: “Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  5. Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 menyebutkan bahwa :
    1. Tersangka terdakwa atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
    2. tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

dengan kata lain Pasal 95 ayat (1) dan (2) pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar Hak Asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in casu adalah Pemohon. Oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon menjadi objek permohonan Praperadilan.

  1. Bahwa mendasarai substansi pada poin 5 di atas maka Pemohon menjelaskan sebagai berikut :
    1. Tindakan lain dalam hal ini menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik maupun Penuntut Umum diantaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi Tersangka.
    2. Penetapan seseorang sebagai Tersangka, khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi, lebih khusus lagi yang prosesnya dijalankan oleh Termohon, akan menimbulkan akibat hukum berupa terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang in casu Pemohon.
    3. Bahwa dengan ditetapkannya seseorang menjadi Tersangka in casu Pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang in casu Pemohon telah dirampas.
    4. Tindakan lain yang dilakukan oleh Termohon berupa pembeberan kepada media massa secara Tendencius merupakan tindakan yang melanggar azas presumption of innocence (praduga tak bersalah) yang mengungkapkan kepada publik status Pemohon sebagai Tersangka yang sama sekali tuduhan tersebut tidak pernah dikonfirmasi kepada Pemohon dan/atau Saksi Pemohon ( Baru diperiksa tangal 21 September 2022 ), bahkan saksi-saksi yang terkait dengan perkara a quo belum ada yang diperiksa Termohon.
    5. Bahwa tindakan Termohon yang cacat yuridis sebagaimana yang dimaksud huruf e di atas dibuktikan dengan perkara a quo yang diawali dengan tindakan yuridis berupa dibuatnya Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp. Dik/125/VII/RES.1.24./2022 , Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sprin. Kap/136/VII/RES.1.24./2022, dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterbitkan pada hari yang sama tertanggal 8 Juli 2022. Termohon mengumumkan melalui media massa tentang status Tersangka dan perbuatan terhadap Pemohon, dengan dasar bahwa penyidik telah mempunyai  “ Karena Diduga keras berdasarkan bukti permulaan yang cukup”.
    6. Bahwa dalam waktu satu hari, tanggal 8 Juli 2022, Termohon baru  menerbitkan  surat perintah penyidikan, Surat Perintah Penagkapan dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPD) dan satu hari yang sama Termohon telah menetapkan Pemohon dengan status sebagai Tersangka, sehingga ada beberapa prosedur yang seharusnya dilakukan sesuai dengan KUHAP, tetapi tidak dilakukan oleh Termohon.

Bahwa apbila dalam peraturan perundang-undangan atau Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal itu tidak berarti kesalahan Termohon tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan dalam hal ini melalui lembaga Praperadilan, yang dibentuk untuk melindungi hak asasi seseorang (Tersangka) dari kesalahan/kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Penyidik KPK. Tentunya, hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10 ayat (1) :

“ Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan menggalinya”.

Pasal 5 ayat (1) : “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

  1. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya.
  2. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan :
  1. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
  2. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
  3. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
  4. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
  5. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.

Selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.

  1. Bahwa apa yang diuraikan di atas, yaitu Lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau ruh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi :

a) “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

c) “bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para palaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 “

Juga ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, tepatnya pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi :

“...Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing kearah tegak mantabnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai Negara Hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 “

  1. Bahwa terdapat beberapa contoh putusan perkara Praperadilan (Yurisprudensi) :
  • Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
  • Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
  • Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012
  • Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
  • Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015

 

  1. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA

Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai Calon Tersangka. Pemohon langsung ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon dan dilakukan penangkapan oleh Termohon kepada Pemohon, sehingga tidak dengan seimbang Pemohon dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepada Pemohon. Pemohon hanya diperiksa untuk pertama kali oleh Termohon pada saat setelah ditetapkan sebagai Tersangka. Hal ini dapat diketahui berdasar :

  1. Laporan Polisi Nomor : LP/B/13/VII/2022/SPKT/POLSEK GURAH/POLRES KEDIRI/POLDA JATIM, tertanggal 4 Juli 2022
  2. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp. Dik/125/VII/RES.1.24./2022 tertanggal 8 Juli 2022
  3. Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sprin. Kap/136/VII/RES.1.24./2022, tertanggal 8 Juli 2022.
  4. Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor : B/123/VII/RES.1.24./2022/Satreskrim, tertanggal 8 Juli 2022
  5. Surat Perintah Penahanan Nomor : SPP/167/VII/RES.1.24./2022 tertanggal 9 Juli 2022.

 

  1. TIDAK PERNAH DILAKUKAN PENYELIDIKAN ATAS DIRI PEMOHON
  • Bahwa Termohon tidak pernah memberikan pemberitahuan atau surat apapun kepada Pemohon yang berhubungan dengan keterangan mengenai persangkaan pasal-pasal dan peristiwa pidana yang mengakibatkan Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka.
  • Bahwa Pemohon sama sekali tidak tahu-menahu peristiwa yang disangkakan kepada Pemohon oleh Termohon terkait tindak pidana cabul yang bagaimana? Seperti apa kejadiannya? Di mana dan kapan? Hal ini terjadi karena memang sejatinya Pemohon sama sekali tidak pernah dimintai keterangan/klarifikasi oleh Termohon, melainkan Pemohon langsung ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon.
  • Bahwa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, Penyelidikan diartikan sebagai “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukannya penyidikan”. Sedangkan Penyidikan ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, yaitu “serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
  • Bahwa dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan Tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan). Untuk itu, diperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaian peristiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana. Setelah proses tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi.
  1. SURAT PERINTAH PENYIDIKAN DAN SURAT PERINTAH PENANGKAPAN DALAM TANGGAL YANG SAMA
  • Bahwa dalam Surat Perintah Penyidikan, Surat Perintah Penangkapan dan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dibuat oleh Termohon dibuat pada tanggal yang sama yaitu tanggal 8 Juli 2022, yang dengan jelas tertulis nama Pemohon sebagai Tersangka dengan Alasan “ Karena diduga keras berdasarkan bukti permulaan yang cukup.... “.
  • Bahwa dengan dibuatnya surat-surat tersebut di atas oleh Termohon pada tanggal yang sama menunjukkan dengan jelas bahwa ada kejanggalan dalam prosedur yang dilakukan oleh Termohon dimana pada surat-surat tersebut di atas nama Pemohon tertulis sebagai Tersangka. Padahal seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa untuk mencapai proses penentuan Tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan).
  1. TERMOHON SALAH MENGGUNAKAN DASAR HUKUM PADA SURAT PERINTAH PENANGKAPAN
  • Bahwa dalam setiap proses pidana sebagaimana ditentukan oleh KUHAP, didahului dengan adanya laporan atau aduan atau ada peristiwa pidana secara tertangkap tangan. Laporan/aduan atau peristiwa tertangkap tangan tersebut menjadi dasar untuk dapat dilakukannya penyelidikan dan penyelidikan tersebut menjadi dasar untuk dapat dilakukannya penyidikan.
  • Bahwa dugaan tindak pidana yang disangkakan kepada Pemohon didahului dengan adanya Laporan Polisi Nomor: LP/B/13/VII/2022/SPKT/POLSEK GURAH/POLRES KEDIRI/POLDA JATIM tertanggal 4 Juli 2022.
  • Bahwa pada Pasal 3 ayat (5) huruf b Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana diterangkan “laporan Polisi model B, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan yang diterima dari masyarakat.
  • Bahwa pada Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sprin. Kap/136/VII/RES.1.24./2022, Dasar hukum yang digunakanTermohon diantaranya adalah Pasal 111 ayat (1) KUHAP yang pada intinya dilakukan penangkapan karena tertangkap tangan .
  • Bahwa pada Surat Perintah Penangkapan yang dibuat oleh Termohon menjelaskan waktu dan tempat kejadian dugaan tindak pidana yang dilakukan Pemohon yaitu pada hari Minggu tanggal 26 Juni 2022, sementara Surat Perintah Penangkapan tersebut dibuat pada tanggal 8 Juli 2022.
  • Bahwa berdasarkan hal yang diuraikan di atas, maka ada dugaan kesalahan yang dilakukan oleh Termohon dalam menggunakan dasar hukumnya. Bagaimana Pemohon tertangkap tangan kalau laporan Polisi yang dibuat oleh Termohon adalah model B yang jelas-jelas laporan tersebut diterima dari masyarakat terlebih dahulu? Tertangkap tangan seperti apa yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon? Mengingat dugaan tindak pidana yang disangkakan dilakukan pada tanggal 26 Juni 2022, sementara Surat Perintah Penangkapan dibuat tanggal 8 Juli 2022.   

 

  1. KRONOLOGI DALAM SURAT PENYIDIKAN,SURAT PENANGKAPAN DAN PENAHANAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA YANG ADA
  • Bahwa dalam Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah Penangkapan yang dibuat oleh Termohon menjelaskan waktu dan tempat kejadian utama dugaan tindak pidana yang dilakukan Pemohon yaitu pada hari Minggu tanggal 26 Juni 2022 sekira pukul 11.00 WIB di rumah Dsn. Adan Adan RT. 012 RW. 004 Ds. Adan Adan Kec. Gurah Kab. Kediri. Dengan alasan “ Karena diduga keras berdasarkan bukti permulaan yang cukup.... “.
  • Bahwa Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tanggal 9 Juli 2022 Dalam Pokok Pemeriksaan Pemohon tidak di jelaskan waktu dan tempat kejadian utama dugaan tindak pidana dan pada pokok pemeriksaan Pemohon menolak tuduhan perbuatan pidana yang dituduhkan sebagaimana laporan Polisi nomor : LP/B/13/VII/2022/SPKT/POLSEK GURAH/POLRES KEDIRI/POLDA JATIM, tertanggal 4 Juli 2022.
  • Bahwa Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tambahan tersangka tanggal 19 September 2022  Dalam Pokok Pemeriksaan waktu dan tempat yang disebutkan di atas (26 Juni 2022) baru masuk pada materi Pemeriksaan, Pemohon menerangkan pada tanggal tersebut tidak berada di tempat sebagaimana yang disebutkan oleh Termohon. Bahwa pada saat itu secara jelas Pemohon berada di suatu tempat wisata bersama keluarga Pemohon, lalu singgah kerumah saudara Pemohon  sebagaimana bukti dan saksi yang dimiliki Pemohon ( baru di mintai keterangan ( 21 September 2022 ) .
  1. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
  • Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal 2 (dua) alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
  • Bahwa berdasar pada argumen-argumen sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka terkait dugaan pidana yang disangkakan oleh Termohon kepada Pemohon.
  • Bahwa keraguan Pemohon terhadap tidak terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang sah yang dimiliki oleh Termohon sangat beralasan karena mengingat proses penetapan Pemohon sebagai tersangka diduga tidak melalui prosedur yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  1. PETITUM

Berdasarkan argumentasi dan fakta-fakta hukum di atas, maka Pemohon mohon kepada Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut:

  1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, melakukan penangkapan, dan penahanan kepada Pemohon dengan dugaan tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang yang dilakukan oleh SATRESKRIM POLRES KEDIRI adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon, penangkapan, dan penahanan atas diri Pemohon oleh Termohon;
  4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  5. Memerintahkan kepada Turut Termohon untuk menghentikan Proses  Pemeriksaan Berkas dan Penuntutan kepada Pemohon;
  6. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  7. Menghukum Termohon dan Turut Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Apabila Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya